BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan
yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa. Masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar
di pulau- pulau di Indonesia dan juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan
tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia
yang berbeda.
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman
budaya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun
juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke
modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat
dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia
mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Interaksi antar
kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok suku bangsa yang
berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia. Indonesia
dikatakan sebagai pusat peradaban dunia, sebagaimana banyak para peneliti barat
yang telah mengungkap hal itu.
Setiap suku – suku di Indonesia
mempunyai keunikannya masing – masing. Seperti Suku Toraja yang di kenal dengan
upacara adatnya. Karena mayoritas penduduk Suku Toraja masih memegang teguh
kepercayaan nenek moyangnya, maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap di
jalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari
upacara adat ‘Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkai
upacara – upacara adat yang masih di lakukan dan cukup terkenal.
1.2
BATASAN MASALAH
Karena
keanekaragaman budaya di Indonesia mempunyai
keterikatan antara alam dan masyarakat disekitarnya. Maka terdapat
banyak suku di berbagai wilayah di tanah air Indonesia. Salah satu contoh dari keanekaramagaman budaya tersebut adalah Suku Toraja.
Maka pada tulisan ini hanya akan menerangkan Suku Toraja dan
informasi
yang diterangkan pada penulisan ini terdiri dari : agama yang dianut, penduduk dan
masyarakatnya, jumlah penduduk, piramida (produktif dan non-produktik serta
rasio. Pada
tulisan ini juga
di tampilkan image dari penduduk
dan masyarakat suku budaya tersebut.
BAB
II
SUKU
TORAJA
2.1 SEJARAH
Menurut
legenda, nenek moyang orang Toraja berasal dari Hindia Belakang (Siam). Mereka
ber-imigrasi ke daerah selatan untuk mencari daerah baru. Mereka menggunakan
kapal yang menyerupai rumah adat orang Toraja sekarang ini.
Asal-usul tentang
pengertian Toraja, ada dua versi. Versi pertama mengatakan bahwa kata Toraja
berasal dari kata “to” yang artinya orang dan kata “raja” yang artinya raja.
Jadi Toraja artinya orang-orang keturunan raja. Versi lain mengatakan bahwa
Toraja berasal dari dua kata yaitu “to” yang artinya orang dan “ri aja” (bahasa
Bugis) yang artinya orang-orang gunung. Jadi Toraja artinya orang-orang gunung.
Nama
Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari Luwu. Orang
Sidendereng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang
mengandung arti “orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang
orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di
sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asalnya To= Tau (orang),
Raya= dari kata Maraya (besar), artinya orang-orang besar, bangsawan.
Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri,
sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal dengan nama Tana Toraja.
Suku Toraja yang ada
sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku pendatang. Menurut
kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, Suku Toraja berasal
dari khayangan yang turun pada sebuah pulau lebukan. Kemudian secara
bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke sulawesi bagian
selatan.di pulau ini mereka berdiam di sekitar danau tempe dimana mereka
mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi
perkampungan bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada
seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke utara lalu menetap di
gunung kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek
moyang suku toraja.
Karena
keanekaragaman budaya di Indonesia mempunyai
keterikatan antara alam dan masyarakat disekitarnya. Maka terdapat
banyak suku di berbagai wilayah di tanah air Indonesia. Salah satu contoh dari keanekaramagaman budaya tersebut adalah Suku Toraja.
Maka pada tulisan ini hanya akan menerangkan Suku Toraja dan
informasi
yang diterangkan pada penulisan ini terdiri dari : agama yang dianut, penduduk dan
masyarakatnya, jumlah penduduk, piramida (produktif dan non-produktik serta
rasio. Pada
tulisan ini juga
di tampilkan image dari penduduk
dan masyarakat suku budaya tersebut.
Gambar 2.1 Suku Toraja
2.2 AGAMA
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja
adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan"
(kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur
orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian
digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.
Alam semesta, menurut aluk,
dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah
dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal
di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang
dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga
terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja
lainnya adalah Pong Banggai di
Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus
dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman,
disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi
juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat,
praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan
desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan
kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan
menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan.
Kedua ritual tersebut sama
pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda,
orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri
atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian.
Akibatnya, ritual kematian
masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai
jarang dilaksanakan.
Selain agama yang di anut di atas, agama lainnya adalah
agama Islam, dan Protestan.
2.3 LOKASI
Di Sulawesi Selatan terdapat suku Bugis,
Makassar, Mandar dan Toraja. Suku Toraja adalah salat satu dari empat suku yang
terdapat di Sulawesi Selatan, masyarakat yang tinggal di Tondok Lepongan Bulan
Tondok Matarik Allo sebagai nama negeri mereka sebelum penggunaan nama Toraja
oleh para penyiar agama Nasrani.
Suku Toraja mendiami
wilayah bagian utara jazirah Sulawesi Selatan yang berbatasan langsung dengan
Sulawesi Tengah, Daerah Tana Toraja berbatasan dengan Kabupaten Luwu di sebelah
Timur, Kabupaten Enrekang bagian selatan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Polewali, dan bagian utara berbatasan Propinsi Sulawesi Tengah.
Secara administratif
mereka bermukim di daerah Kabupaten Enrekang, daerah Suppiran di kabupaten
Pinrang, Mamasa di kabupaten Polewali-Mamasa, daerah galumpang dan Makki di
kabupaten Mamuju sedangkan daerah inti pemukiman mereka adalah Kabupaten Tana
Toraja.
Letak daerah Tana Toraja terbentang mulai dari KM 280 sampai dengan 355 dari ibu kota propinsi sulawesi selatan.Luas wilayah Tana Toraja adalah 3.205,77 KM atau sekitar 5% dari luas propinsi Sulawesi Selatan terletak antara 119-120 derajat BT dan 02-03 derajat LS.Kondisi top daerah ini terdiri atas pegunungan kurang lebih 40% dataran tinggi kurang lebih 20% dataran rendah kurang lebih 38%, rawa-rawa dan sungai kurang lebih 2%. Tana Toraja berada di atas ketinggian antara 600m-2800m dari permukaan laut.
Letak daerah Tana Toraja terbentang mulai dari KM 280 sampai dengan 355 dari ibu kota propinsi sulawesi selatan.Luas wilayah Tana Toraja adalah 3.205,77 KM atau sekitar 5% dari luas propinsi Sulawesi Selatan terletak antara 119-120 derajat BT dan 02-03 derajat LS.Kondisi top daerah ini terdiri atas pegunungan kurang lebih 40% dataran tinggi kurang lebih 20% dataran rendah kurang lebih 38%, rawa-rawa dan sungai kurang lebih 2%. Tana Toraja berada di atas ketinggian antara 600m-2800m dari permukaan laut.
Gambar 2.2 Peta Lokasi
2.4 MASYARAKAT SUKU TORAJA
Jumlah
penduduk suku Tengger kurang lebih berjumlah 650.000. Keluarga
adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah
suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai
nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu
jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang
pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk
bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.
Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa
keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau,
dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota
dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan
demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan
utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih
berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang
biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan
resmi oleh pemerintah
kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya
sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa
menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok;
kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara
keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan),
secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual.
Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar
keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial:
siapa yang menuangkan tuak, siapa yang
membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau
tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan
potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.
Adat Perkawinan Daerah Sulawesi Selatan. Dalam melamar
ada beberapa tahapan yang harus dijalankan, antara lain dengan cara pendekatan
oleh pihak pria kepada pihak wanita, seperti menanyakan apa sang gadis masih
belum ada ikatan dengan pria lain dan sebagainya. Bilamana sang gadis masih
belum ada ikatan, pihak keluarga pria mengirim beberapa utusan yang terdiri
dari keluarga terdekat sang pria. Tugas mereka adalah untuk melamar sang gadis
secara resmi yang disebut ‘massuro’.
Bila lamaran diterima oleh pihak wanita, maka kedua pihak lalu berembuk untuk
menetapkan besarnya mas kawin atau sompa, juga biaya perkawinan dan hari yang
baik untuk melangsungkan pernikahan.
Beberapa
hari menjelang pernikahan, keluarga mengadakan mappaci, yaitu malam berbedak,
bersolek, dan memerahi kuku atau berinai.Pada hari yang telah ditetapkan, kedua
mempelai melakukan akad nikah menurut agama Islam yang dilakukan oleh penghulu,
kemudian kedua mempelai melakukan upacara adat, yaitu mempelai pria menyentuh
salah satu anggota badan mempelai wanita, seperti ibu jari atau tengkuk. Itu
berarti bahwa mempelai wanita telah syah menjadi mempelai pria. Setelah
itu, keluarga mempersandingkan kedua pengantin di pelaminan, disaksikan oleh
para tamu. Seluruh upacara perkawinan yang diramaikan dengan pesta ini
berlangsung di rumah mempelai wanita dan upacara ini dinamakan marola.
Pakaian pengantin
pria dari Bugis-Makasar berupa baju jas model tertutup yang disebut baju bella
dada, kain sarung songket yang disebut rope. Di pinggang bagian depan terselip
sebuah keris pasang timpo (keris yang terbungkus emas separuhnya) atau keris
tataroppeng (keris yang terbungkus emas seluruhnya), sedangkan di kepala
terdapat hiasan kepala yang disebut sigara. Pengantin wanita memakai baju bodo,
kain sarung songket atau rope, dan selendang di bahu. Sanggul pengantin wanita
berhiaskan kembang goyang dan perhiasan lainnya berupa kalung bersusun,
sepasang bassa atau gelang panjang bersusun, dan anting-anting.
Gambar
2.3 Pakaian Pernikahan Suku Toraja
2.5 KEBUDAYAAN SUKU TORAJA
Di
wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu
upacara adat Rambu Solo' (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan,
dan Tombi Saratu', serta Ma'nene', dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara
adat tersebut di atas baik Rambu Tuka' maupun Rambu Solo' diikuti oleh seni
tari dan seni musik khas Toraja yang bermam-macam ragamnya.
“Rambu Solo” adalah sebuah upacara pemakaman secara adat
yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda
penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Upacara Rambu Solo terbagi dalam
beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
- Dipasang
Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
- Dipatallung
Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan
dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
- Dipalimang
Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan
dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
- Dipapitung
Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada
setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.
Biasanya
upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya
setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya
bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua
yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena
upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui
berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Ma'balun
(membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti
jenazah), Ma'Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan),
dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan
yang terakhir).
- Ma'pasilaga
tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang
memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun
[balukku', sokko] yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di
Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba' (Adu
kaki)
- Tari
tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo' seperti : Pa'Badong,
Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga
Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan
Unnosong.
- Ma'tinggoro
tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan
menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya
kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama
Simbuang Batu.
Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus
bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana
Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong
sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat “plasma nutfah” (sumber daya genetika) asli itu
terancam kelestariannya.
Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang
diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan
selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.
“Rambu Tuka” adalah acara
yang berhungan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan, syukuran panen
dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi;
menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan
di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma'Bua',
Meroek, atau Mangrara Banua Sura'.
Untuk
upacara adat Rambu Tuka' diikuti oleh seni tari :
Pa' Gellu, Pa' Boneballa, Gellu Tungga', Ondo Samalele, Pa'Dao Bulan,
Pa'Burake, Memanna, Maluya, Pa'Tirra', Panimbong dan lain-lain. Untuk seni
musik yaitu Pa'pompang, pa'Barrung, Pa'pelle'. Musik dan seni tari yang
ditampilkan pada upacara Rambu Solo' tidak boleh (tabu)
ditampilkan pada upacara Rambu Tuka'.
Gambar
2.4 Persiapan dalam Upacara Adat Pemakaman
Tarian tradisional tana toraja :
1. Tarian pa'pangngan
Tarian ini dilakukan oleh gadis-gadis cantik
memakai baju hitam atau gelap dan,ornamen khas Toraja seperti kandaure tersebut.
Gambar
2.5 Tarian Pa'pangngan
2. Tarian Ma'randing
Pada
pemakaman besar untuk orang kasta yang lebih tinggi, tarian prajurit yang
disebut Ma’randing dilakukan.untuk menyambut para tamu.pakaian para penari
didasarkan pada pakaian prajurit tradisional dan persenjataan pada dasarnya,
tarian ma’randing merupakan tarian patriotik atau tarian perang. Kata ma’randing
berasal dari kata randing berarti memuliakan sambil menari. Tarian ini diadakan
untuk menunjukkan keahlian seseorang dalam memuliakan sambil menari.Tarian ini
diadakan untuk menunjukkan keahlian seseorang dalam menangani senjata militer,
dan untuk memuji keberanian dan kekuatan almarhum selama hidupnya. Tarian ini
dilakukan pada upacara pemakaman seorang anggota berani bangsawan lokal. Para
penari juga menemani almarhum ke tempat peristirahatan terakhir ini.
Gambar
2.6 Tarian Ma'randing
3. Ma’dandan
Dalam tarian manganda sekelompok orang
memakai hiasan kepala raksasa koin perak(rijksdaalder), tanduk kerbau nyata dan
kain sakral terbuat dari tari beludru hitam dengan bunyi bel dan suara teriakan
pemimpin,ada tidak bernyanyi.
Gambar
2.7 Tarian Ma’dandan
Pemakaman
Peti mati yang digunakan dalam
pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat masyarakat Toraja adalah
menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah
rumah (Pa'tane).
Beberapa kawasan pemakaman yang saat ini telah menjadi obyek
wisata, seperti di :
- Londa,
yang merupakan suatu pemakaman purbakala yang berada dalam sebuah gua,
dapat dijumpai puluhan erong yang berderet dalam bebatuan yang telah
dilubangi, tengkorak berserak di sisi batu menandakan petinya telah rusak
akibat di makan usia.
Londa terletak di desa Sandan Uai Kecamatan Sanggalai' dengan
jarak 7 km dari kota Rantepao, arah ke Selatan, Gua-gua alam ini penuh dengan
panorama yang menakjubkan 1000 meter jauh ke dalam, dapat dinikmati dengan
petunjuk guide yang telah terlatih dan profesional.
- Lemo
adalah salah satu kuburan leluhur Toraja, yang merupakan kuburan alam yang
dipahat pada abad XVI atau setempat disebut dengan Liang Paa'. Jumlah
liang batu kuno ada 75 buah dan tau-tau yang tegak berdiri sejumlah 40
buah sebagai lambang-lambang prestise, status, peran dan kedudukan para
bangsawan di Desa Lemo. Diberi nama Lemo oleh karena model liang batu ini
ada yang menyerupai jeruk bundar dan berbintik-bintik.
- Tampang
Allo yang merupakan sebuah kuburan goa alam yang terletak di Kelurahan
Sangalla' dan berisikan puluhan Erong, puluhan Tau-tau dan ratusan
tengkorak serta tulang belulang manusia. Pada sekitar abad XVI oleh
penguasa Sangalla' dalam hal ini Sang Puang Manturino bersama istrinya
Rangga Bualaan memilih goa Tampang Allo sebagai tempat pemakamannya kelak
jika mereka meninggal dunia, sebagai perwujudan dari janji dan sumpah
suami istri yakni "sehidup semati satu kubur kita berdua". Goa
Tampang Alllo berjarak 19 km dari Rantepao dan 12 km dari Makale.
- Liang
Tondon lokasi tempat pemakaman para Ningrat atau para bangsawan di wilayah
Balusu disemayamkan yang terdiri dari 12 liang.
- To'Doyan
adalah pohon besar yang digunakan sebagai makam bayi (anak yang belum
tumbuh giginya). Pohon ini secara alamiah memberi akar-akar tunggang yang
secara teratur tumbuh membentuk rongga-rongga. Rongga inilah yang
digunakan sebagai tempat menyimpan mayat bayi.
- Patane
Pong Massangka (kuburan dari kayu berbentuk rumah Toraja) yang dibangun
pada tahun 1930 untuk seorang janda bernama Palindatu yang meninggal dunia
pada tahun 1920 dan diupacarakan secara adat Toraja tertinggi yang disebut
Rapasan Sapu Randanan. Pong Massangka diberi gelar Ne'Babu' disemayamkan
dalam Patane ini. tau-taunya yang terbuat dari batu yang dipahat .
Jaraknya 9 km dari Rantepao arah utara.
- Ta'pan
Langkan yang berarti istana burung elang. Dalam abad XVII Ta'pan Langkan
digunakan sebagai makam oleh 5 rumpun suku Toraja antara lain Pasang dan
Belolangi'. Makam purbakala ini terletak di desa Rinding Batu dan memiliki
sekian banyak tau-tau sebagai lambang prestise dan kejayaan masa lalu para
bangsawan Toraja di Desa Rinding Batut. Dalam adat masyarakat Toraja,
setiap rumpun mempunyai dua jenis tongkonan tang merambu untuk manusia
yang telah meninggal. Ta'pan Langkan termasuk kategori tongkonan tang
merambu yang jaraknya 1,5 km dari poros jalan Makale-Rantepao dan juga
dilengkapi dengan panorama alam yang mempesona.
- Sipore'
yang artinya "bertemu" adalah salah satu tempat pekuburan yang
merupakan situs purbakala, dimana masyarakat membuat liang kubur dengan
cara digantung pada tebing atau batu cadas. Lokasinya 2 km dari poros jalan
Makale-Rantepao.
Tempat upacara pemakaman
adat
a.
“Rante”
Rante yaitu tempat upacara pemakaman secara adat yang
dilengkapi dengan 100 buah menhir/megalit yang
dalam Bahasa toraja disebut Simbuang Batu. 102 bilah batu menhir yang berdiri
dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54
buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan
tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat
pembuatan/pengambilan batu.
Megalit/Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat
yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan
(kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor).
b. “Tau-tau”
Tau-tau adalah patung yang
menggambarkan almarhum. Pada pemakaman golongan bangsawan atau penguasa/pemimpin masyarakat
salah satu unsur Rapasan (pelengkap upacara acara adat), ialah pembuatann
Tau-tau. Tau-tau dibuat dari kayu nangka yang kuat dan pada saat penebangannya
dilakukan secara adat. Mata dari Tau-tau terbuat dari tulang dan tanduk kerbau.
Pada jaman dahulu kala, Tau-tau dipahat tidak persis menggambarkan roman muka
almarhum namun akhir-akhir ini keahlian pengrajin pahat semakin berkembang
hingga mampu membuat persis roman muka almarhum.
Gambar
2.8 Tempat Penguburan Toraja
Yang Diukir
Gambar
2.9 Tempat Penguburan Toraja
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Indonesia
memiliki keanekaragaman budaya, suku, dan
adat istiadat. Salah satu contohnya adalah Toraja,
suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki banyak
kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan,
upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan unik.
Tentunya banyak diminati para wisatawan baik wisatawan
domestik maupun mancanegara sebagai objek wisata. Namun masyarakat sekarang sering
kali tidak menyadari untuk memelihara dan melestarikannya.
3.2 SARAN
Penulis berharap khususnya para remaja sekarang, untuk
saling menjaga, merawat, dan melestarikan serta mengembangkan budaya dan
keindahan alam di Indonesia. Dengan cara ikut memelihara dan memperbanyak
sarana dan prasarana yang menunjang objek wisata di Sulawesi Selatan, yaitu
Suku Toraja. Begitu pula dengan kebudayaan khas dari suku Toraja yang merupakan
aset daerah untuk dilestarikan, dikembangkan, dijaga, dan diperkenalkan agar
tidak dirampas oleh Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] 1) URL:
[2] 2) URL:
[3] 3) URL:
[4] 4) URL:
[5] 5) URL:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar